Langsung ke konten utama

Surat Kecil Untuk Pendidikan


Sebentar lagi liburan selesai, dan semua pelajar akan masuk sekolah kembali. Bicara soal sekolah berarti bicara masalah pendidikan. Nah, sebenernya ada banyak hal-hal menyebalkan yang membuat gue gak suka dengan pendidikan Indonesia. Salah satunya adalah, syarat untuk masuk ke sebuah sekolah selalu tergantung dari nilai akademik. Artinya, semakin tinggi nilai akademik seorang pelajar, akan semakin mudah dan murah pelajar tersebut untuk masuk ke sebuah sekolah di jenjang yang lebih tinggi.

Kita ambil contoh, Rudi adalah seorang siswa SMP. Dia sudah kelas 9 dan telah menuntaskan Ujian Nasional. Lalu, ketika Rudi ingin mendaftar di sebuah SMA, dia harus membawa rapot SMP nya, dan nilai-nilai mulai dari kelas 7 semester 1 sampai kelas 9 semester 1 diserahkan kepada pihak sekolah. Jika, nilai akademik Rudi ini tinggi (anggap saja rata-rata 9), maka peluang dia untuk masuk ke sekolah tersebut sangat besar dan semakin murah uang pangkalnya.

Dan jika, hal yang sebaliknya terjadi pada Rudi, Nilai akademiknya rendah, maka peluang dia masuk di sekolah tersebut kecil dan semakin mahal pula uang pangkal yang harus dibayarkan oleh orang tua Rudi. Persyaratan seperti ini sudah ada sejak jaman nyokap gue masih kecil sampe sekarang adek gue yang paling kecil udah mau masuk SMP. Tapi apa kalian tau, bahwa ini merupakan dilematis terbesar yang gue dan pelajar-pelajar lain alami?

Buat kalian yang merasa pinter dan bangga dengan nilai-nilai akademik yang tinggi, mungkin akan menganggap tulisan gue ini mengada-ada dan menjelek-jelekan nama baik kalian. Itu gak masalah buat gue, itu hak kalian untuk berpendapat. Tapi gue mau tanya satu hal, apa kalian pernah memahami bagaimana perasaan kami yang dimarah-marahi, dimaki-maki, hanya karena kami gak bisa seperti kalian?

Ya itu salah kalian lah, kenapa gak mau belajar?

Mungkin itu jawaban yang akan kalian berikan. Oke, gak masalah. Mari kita lanjutkan. Kali ini gue akan menceritakan apa yang gue alami selama ini. Nyokap gue, selalu memarahi gue dan adik-adik gue, hanya gara-gara kita gak bisa seperti anak-anak dari temennya, dimana mereka semua selalu mendapatkan nilai akademik yang bagus, dan dapet beasiswa kemana-mana.

Nyokap gue selalu memaksa gue belajar, hanya karena dia ingin gue dapet nilai tinggi, supaya uang pangkal ketika gue masuk sekolah akan menjadi murah. Ya, gue akui, gue bukan orang tajir. Gue 3 bersaudara dan Cuma punya seorang nyokap sebagai tulang punggung keluarga. Tapi kan gak gini juga cara memotivasi anak buat belajar.

Nyokap gue lebih bangga gue dapet nilai 100 di semua mata pelajaran, daripada gue menang kontes film lima menit. Padahal kan, mereka-mereka yang selalu dapet nilai 100 itu belum tentu bisa menang kontes film. Kalo semua orang tua mau nya kita semua jago matematika pas SD, jago Fisika pas SMP, jago Kimia pas SMA, trus profesi-profesi lain siapa yang mengisi? Siapa yang jadi aktor/aktris yang menghibur kalian dengan film-film bagus di bioskop waktu liburan? Siapa yang menghilangkan kebosanan kalian dengan musik-musik keren di radio sewaktu kejebak macet di jalan? Siapa? Anak-anak pinter yang selalu dapet 100 tadi? Mereka belum tentu bisa bikin karya yang bagus loh.

Inilah kenapa gue sebel sama pendidikan di Indonesia. Karena efeknya selalu membebani pelajar. Mungkin kalian golongan anak pintar, atau orang-orang tua, atau bahkan guru mungkin, yang sedang membaca ini, merasa bahwa gue mengada-ada dan Cuma pinter ngomong doang. Sekarang mari perhatikan penjelasan gue.

Kalo kalian menilai seekor ikan dari cara mereka memanjat pohon, kalian pasti mengasumsikan bahwa ikan tersebut bodoh. Nahhh, sama juga dengan kami. Jika kalian menilai kami hanya dari nilai-nilai akademik kami, kalian akan menganggap kami bodoh. Dan inilah kesalahannya. Gue gak tau kenapa, pandangan orang tua yang salah besar ini selalu turun temurun.
Gue punya temen, dia pinterrr banget, jenius, selalu dapet nilai bagus. Tapi ketika dia disuruh main basket, dia keliatan banget begonya. Ketika dia disuruh menyanyi, suaranya ancur sampe kaca jendela pecah semua. Tapi, gue juga punya seorang teman, dia selalu remidi semua mata pelajaran, nilai akademik gak pernah bagus, hampir selalu tidak naik kelas,  tapi dia jago main biola dan udah bolak-balik konser.

Dari dua temen gue itu, gue menyimpulkan bahwa setiap orang punya keahliannya masing-masing. Kita gak bisa memaksakan seseorang itu harus menguasai suatu bidang, tanpa ada kemauan atau passion dari orang itu sendiri.

Kesalahan yang kedua, setelah tau anaknya lemah di bidang akademik, para orang tua malah menyuruh anaknya untuk les bermacam-macam mata pelajaran. Jadinya? Walaupun ada yang nilainya meningkat, tapi itu jumlahnya sedikit. Kami para pelajar jadi tambah malas untuk belajar, sering bolos les dengan alasan apapun, dan uang kalian akan terbuang sia-sia kan wahai para orang tua?

Seharusnya kalian menanyakan, apa yang anak-anak kalian sukai. Jika anak anda suka beladiri, maka sebaiknya anda mengikutkan anak anda klub-klub beladiri, seperti Karate, Judo, Taekwondo dan sebagainya. Jangan malah menyuruh anak anda les macam-macam mata pelajaran. Karena itu gak sesuai sama bidang yang mereka minati. Kita ambil contoh seorang pemain sepak bola. Pastinya setiap hari dia akan berlatih sepak bola, bukan belajar cabang-cabang olahraga yang lain.

Jadi musisi itu gak punya masa depan, apalagi main film.

Ya gimana mau punya masa depan, lha anak kalian mau jadi musisi, baru mau bikin satu lagu aja udah kalian marahin, maki-maki, gimana mau jadi musisi yang sukses? Gimana anaknya mau jadi pemain atau pembuat film yang sukses, kalo tiap hari dipaksa belajar Matematika, Fisika, Kimia, dan masih banyak lagi? Alangkah baiknya jika kalian mendukung apa yang jadi passion mereka.

Karena gue penasaran, gue pernah menanyakan ke temen gue yang pinter dalam bidang akademik.

Lo jadi pinter gini rahasianya apa sih?

Ya belajar, berdoa, dan ini nih yang paling penting..” jawab temen gue.

Apaan nih apaan?” tanya gue udah gak sabaran.

Dukungan dan kasih sayang dari orang tua. Jadi tiap kali sebelum ulangan, gue di beri semangat buat belajar. Kalo ulangan di bagiin, nilai gue jelek, gue gak pernah di marahi, tapi di nasehati secara halus, trus didukung terus untuk selalu belajar. Gitu aja sih kalo menurut gue.

Akhirnya gue tau kenapa nilai gue gak pernah bagus. Gue waktu itu di kelas, ulangan matematika dibagikan. Gue dapet 70. Temen-temen yang lain mayoritas di bawah 70, dan emang ada sih yang dapet 90. Trus gue pulang, gue tunjukin nilai gue ke nyokap.

“APAAN NIH? KOK CUMA SEGINI?” tanya nyokap dengan nada marah.

Dengan santainya Nyokap gue bertanya “KOK CUMA SEGINI?”, padahal nyokap gak tau bagaimana susahnya gue mendapatkan nilai itu. Dan setelah itu, Nyokap gue selalu membanding-bandingkan gue dengan anak temen-temennya dia, yang nilainya jauh lebih tinggi dari gue. Lama-lama gue mau bilang ke anak yang pinter itu tadi “Eh, tukeran nyokap yuk.

Gue bukannya mau durhaka, tapi mau gimana lagi coba. Udah gak tahan gue. Mau memberontak gak bisa, soalnya hidup gue masih dibayarin nyokap. Mau diem aja udah gak tahan, mau meledak rasanya. Dilematis banget hidup gue sumpah.

Maka dari itu, gue mohon, buat semua sekolah-sekolah di Indonesia. Dengan amat sangat gue meminta tolong, ganti persyaratan masuk sekolah, nilai akademik jangan dijadikan penentu utama. Gue tau ini merupakan hal yang gila, tapi gue gak mau generasi gue dan dibawah gue, sekolah mahal-mahal hanya untuk mencari nilai.

Gue punya nih, seorang temen, sekelas, setiap kali guru menyuruh kita mengerjakan soal di depan kelas, dia selalu bertanya, “Dapet nilai gak pak/bu?” Nah coba lihat, bapak-bapak dan ibu-ibu, anak-anak jaman sekarang hanya terobsesi pada nilai. Kenapa anak-anak sekolah sering menyontek? Karena nilai lebih dihargai daripada kejujuran. Dan gak ada satu sekolah pun, yang membuka pendaftaran dengan syarat masuk yang utama adalah kejujuran. Yang dilihat pasti nilai.

Mari teman-teman sekalian, jangan takut kalo nilai akademik kalian jelek. Tetaplah fokus pada keahlian kalian masing-masing. Yang jago basket tetep latihan basket, yang jago musik tetaplah bermusik. Yang nilai akademiknya bagus, teruskan belajar kalian. Yang suka menulis, tetaplah menulis dan cerdaskan bangsa ini melalui karya kalian.

Dan buat anda sekalian, bapak/ibu guru, cobalah untuk direnungkan tulisan saya kali ini. Kalian nantinya pasti akan memiliki anak, dan jangan sampai anak anda mengalami hal yang sama. Mari kita membuat generasi yang akan datang menjadi lebih baik lagi.

Gue, Patrick Jonathan, seorang pelajar yang selalu galau, mengakhiri Surat Kecil Untuk Pendidikan ini.

Sekian dan terimakasih

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dibalik Ruang Detensi

Sekolah gue menerapkan sebuah peraturan baru, yang katanya diadaptasi dari film Spider-Man : Homecoming . Peraturan tersebut bertujuan untuk memberikan efek jera kepada para pelanggar. Jadi di sekolah gue, ada sebuah ruangan baru. Ruangan tersebut diberi nama Detention Room (Ruang Detensi). Jadi semua pelanggar, apapun jenis pelanggarannya, bakal dimasukkan ke ruangan itu selama sehari. Jadi mereka gak bisa bareng temen-temen kelas mereka, dan jam istirahatnya pun dipisah. Mereka akan belajar sendiri di ruangan itu, dan guru hanya memberikan tugas. Awalnya gue gak peduli dengan kebijakan baru ini. Toh gue juga gak pernah melanggar aturan sekolah. Hal itu gue pegang teguh, sampe suatu ketika, temen gue dari kelas lain ada yang salah seragam, dan otomatis dia harus masuk ke ruangan ajaib itu. Karena gue dan dia satu antarjemput, ketika pulang sekolah dia membagikan pengalamannya berada di ruangan detensi. “ Gimana di ruang detensi? ” tanya gue. “ Asyik cuy, banyak temenny...

GURU MAGANG TERSAYANG

GURU MAGANG TERSAYANG SEBAGIAN besar guru-guru senior di sebuah sekolah, identik dengan galak, kasar, suka marah, suka mukul penggaris, suka lempar sepatu, suka lempar kutang (lho?). Intinya, banyak murid-murid sekolahan yang gak suka sama guru senior. Dikit-dikit dimarahin, dikit-dikit dipukul, dikit-dikit dibunuh dihukum. Suasana belajar mengajar pun jadi tidak nyaman. Tapi kenapa guru senior itu masih dipekerjakan di sekolah? Jawabannya sederhana. Guru-guru senior memiliki pengalaman mengajar yang sudah mumpuni, jadi diharapkan guru senior ini bisa meningkatkan hasil belajar murid-murid. Tapi dijaman sekarang ini, sekolah-sekolah sudah memiliki solusi selain memberdayakan guru-guru senior, yaitu dengan memperkerjakan calon guru. Istilah beken nya guru magang. Calon-calon guru ini dipekerjakan agar memiliki jam terbang dalam mengajar. Biasanya guru-guru magang ini terdiri dari mahasiswa-mahasiswa kuliahan yang baru aja lulus. Itu artinya, guru-guru ini usianya gak beda jauh...

Suka Duka Kelas 12

Menjadi siswa kelas 6, 9, dan 12 itu seperti impian sejuta pelajar di Indonesia. Pas SD pengen cepet-cepet kelas 6 biar bisa ikut acara perpisahan ke luar kota. Pas SMP pengen cepet-cepet kelas 9 biar bisa liburan lebih lama. Pas SMA pengen cepet-cepet kelas 12 biar bisa liburan sendiri bareng temen-temen karena udah bisa nyetir mobil secara legal. Banyak orang menginginkan berada pada suatu tingkat tertentu, tetapi mereka gak tau bahwa beban yang harus dipikul sangatlah berat demi berada pada tingkatan tersebut. Setelah UNBK tingkat SMA selesai beberapa waktu lalu, beberapa adik kelas yang gue kenal bilang ke gue, “ Enak ya kak, udah bebas. Liburnya juga lama banget. Jadi pengen cepet-cepet kelas 12 juga deh. ” Ya, kalo dipikir-pikir, bener juga sih. Kita libur mulai dari April-Juli. Bahkan ada beberapa kampus yang memulai kegiatan kuliah di bulan Agustus. Tapi, mari kita jabarkan satu per satu, hal-hal yang harus dilakukan ketika kamu berada di kelas 12. Yang pertama ...