Kebiasaan yang selalu gue lakukan ketika awal tahun
ajaran baru adalah, minta tolong kepada teman gue yang bergabung dalam pengurus
OSIS, supaya mengenalkan gue kepada siswi-siswi baru yang cantik. Setidaknya itulah
yang gue lakukan sejak gue masih SMP sampai tahun lalu. Tapi lama-lama, gue
menyadari sesuatu. Kenapa gue harus selalu minta tolong ke pengurus OSIS?
Kenapa pengurus OSIS bisa kenal duluan?
Jawabannya ternyata sangat sederhana. Mereka (Pengurus
OSIS) Cuma mencuri start. Jika siswa
biasa masuk sekolah tanggal 17, pengurus OSIS masuk sekolah dan bertemu dengan
adik-adik kelas sebelum tanggal 17. Apalagi mereka juga berinteraksi selama
kurang lebih empat hari. Jelas saja hal ini menjadi sebuah keuntungan buat
mereka. Lalu gue berkata begini dalam hati, “Daripada gue minta tolong terus sama pengurus OSIS, kenapa gak gue aja
yang jadi pengurus OSIS?”
Oleh karena itulah, ketika tahun lalu, guru pembina OSIS
membuka pendaftaran, gue langsung menawarkan diri. Tujuannya jelas, untuk
berkenalan dengan adik-adik kelas yang baru di tahun depan. Tapi gue punya
tujuan lain. Selama ini pengurus OSIS selalu diejek-ejek, dikritik, atau bahkan
dihindari. Gue berniat untuk mengubah citra buruk pengurus OSIS di mata
teman-teman. Walaupun sampai sekarang belum berhasil sih.
Tapi ternyata, menjadi pengurus OSIS tidaklah semudah
yang gue bayangkan. Apalagi mengurusi acara LOS yang begitu rumit dan
melelahkan. Tapi demi mencapai tujuan rahasia gue itu, gue dengan terpaksa
harus menjalani semuanya.
Menjadi kakak bimbing (Mentor) ternyata sangat-sangat
tidak mudah. Apalagi jika kalian mendapatkan anak-anak yang amat sangat super
duper diam. Kalau kalian ingat, di LOS itu biasanya setiap kelompok harus bikin
yel-yel, harus tampil di acara talent
show. Dengan komposisi anak-anak yang diam, pekerjaan gue jadi semakin
sulit.
Beruntung, gue punya partner
bernama Panda (orang aslinya minta disamarkan namanya dengan Panda). Dia adik
kelas gue, dan karena dia cewek, dia lebih mudah untuk berinteraksi dengan anak-anak.
Padahal si Panda ini hebohnya setengah mati, sukanya ngedance sendiri gak jelas gitu, eh ini anak-anak didiknya masih tetep
diem. Heran gue.
Trus gue juga menyayangkan pembagian kelompok, yang
menurut gue kurang merata. Karena anak-anak yang rame dan heboh terkumpul jadi
satu, dan hanya ada dua kelompok yang heboh. Kelompok-kelompok yang lain harus
susah payah menggerakkan anak didiknya biar gak diem aja.
Di salah satu sesi, gue sedang berdiri di belakang. Lalu ada
mentor dari kelompok lain, dia cowok, nyamperin gue. Lalu dia bilang, “Menurut lo yang mana yang cakep?”
‘Yang itu, yang
itu, sama yang itu.” Jawab gue sambil menunjuk ke tiga arah yang berbeda.
“Wah gue kalo yang
dua itu setuju, tapi yang ketiga kayaknya enggak deh.”
“Tunggu-tunggu, ini
kenapa kita membahas hal yang ga penting sih?” tanya gue.
“Emangnya lo gak
mau berburu adik kelas?” tanya dia.
“Bukan masalah gue
mau berburu apa enggak, tapi merekanya mau apa enggak sama gue.” jawab gue.
“Lah lo kan jomblo?
Mau sampe kapan jomblo terus?” tanya dia lagi.
“Sorry, gue emang
fakir asmara, tapi gue bukan pengemis cinta.” Jawab gue sambil berlalu
pergi.
Setelah gue pikir-pikir lagi, ngapain sih gue harus
berburu adik kelas? Lagian mereka kan bukan hewan yang harus diburu. Karena gue
yakin, Tuhan bakal mendatangkan orang yang tepat buat kita, entah sekarang atau
dalam waktu yang lama, entah di waktu yang tepat atau bahkan di saat yang tidak
tepat.
Apalagi ada 2 faktor yang membuat gue harus mengurungkan
niat untuk berburu adik kelas. Yang pertama, waktu itu LOS di sekolah gue ada rally games. Gue kebagian tugas menjaga
salah satu pos. Di pos tersebut, peserta yang bermain harus merangkak di antara
tali-tali, dan di suatu tempat tertentu mereka harus berhenti untuk menjawab
pertanyaan. Kalo jawaban mereka benar, mereka bisa lanjut, kalo jawaban mereka
salah, mereka harus disiram dulu baru bisa lanjut.
Game di pos
tersebut sudah ada bertahun-tahun dan selalu dipakai ketika LOS berlangsung.
Tapi kali ini, gue mengubah sedikit gamenya.
Jika pertanyaan yang diberikan biasanya cukup mudah dan berasal dari
pengetahuan umum, kali ini gue memberikan pertanyaan yang jawabannya tidak
masuk akal. Alhasil, semua peserta yang masuk ke pos gue pasti basah
sebasah-basahnya.
Dan gue, jadi dibenci satu angkatan hanya karena
pertanyaan dan jawaban yang gue berikan tidak masuk akal. Cuma ada satu yang
bilang bahwa gue ini kreatif, sisanya bilang gue bego, gue mabok, bahkan ada
yang bilang bahwa gue adalah anaknya cak lontong.
Faktor yang kedua, cowok-cowok di angkatan yang baru
masuk ini, banyak yang ganteng. Gue ulangi, BANYAK YANG GANTENG. Gue yakin dan
percaya cewek-cewek manapun pasti tertarik sama yang ganteng. Jangankan adik-adik
kelas, cewek-cewek yang seangkatan sama gue aja juga pada kecantol. Nah, gue
yang jelek pendek dan suka nulis blog bisa apa?
Di penghujung acara, ada sesi bersalam-salaman. Semua peserta
menyalami guru-guru dan panitia sebelum akhirnya mereka pulang ke rumah. Gue
memperhatikan cara-cara mereka bersalaman, terutama yang cewek. Jika mereka
bersalaman dengan panitia yang ganteng, mereka menggenggam tangan panitia
dengan erat, dan agak lama baru dilepas. Sedangkan ketika mereka menyalami gue,
mereka hanya menggenggam biasa, lalu segera dilepas, seakan-akan gue ini adalah
orang yang wajib dihindari.
Sejelek itukah gue? Ya gue sih Cuma bisa menerima dengan
ikhlas, karena jelek enggaknya muka gue itu ciptaan Tuhan. Kalo Tuhan yang
berkehendak, gue bisa apa?
Komentar
Posting Komentar