Kebanyakan orang akan langsung merasa down ketika mendapatkan masalah. Hidup
mereka akan kacau ketika memiliki keresahan. Segala sesuatu yang mereka lakukan
tidak menuai hasil yang maksimal. Dan banyak dari mereka yang berujung pada
keputusasaan. Begitu juga yang gue alami akhir-akhir ini.
Dulu gue sering banget nulis blog, bahkan diwaktu gue
sibuk. Waktu itu gue lagi menjalani serangkaian ujian sekolah, tapi gue masih
sempet-sempetnya nulis. Sesibuk-sibuknya gue, minimal dalam sebulan bisa nulis
sampe empat judul yang berbeda. Beda dengan sekarang. Gue terlalu sibuk dengan
masalah-masalah yang gue alami sehingga menghambat gue untuk berkarya.
Setelah menempuh ujian kenaikan kelas bulan lalu, gue
mulai mengurusi kegiatan-kegiatan sekolah. Gue menjalani pelayanan sosial di
berbagai tempat. Gue dan temen-temen gue dibagi ke dalam beberapa kelompok.
Kelompok gue berisi 12 orang termasuk gue. Dan kami bertugas di salah satu
tempat penitipan anak di daerah Surabaya Barat.
Jadi kegiatannya, tiap pagi kami berangkat menuju ke
lokasi, lalu mulai mengajar anak-anak disana. Menulis, membaca, berhitung,
mewarnai, menggambar, dan masih banyak lagi yang kami ajarkan ke mereka.
Setelah itu, kami menemani mereka bermain. Lalu kami pulang kembali ketika mereka
semua pergi tidur siang. Semua itu gue lakukan selama 4 hari, dan ketika gue
sampe rumah, badan gue rasanya capek banget. Dan karena itulah, gue hiatus
panjang dari menulis.
Tetapi setelah melihat kondisi anak-anak disana,
pandangan gue mulai berubah. Gue sempet menemukan seorang anak kecil, duduk
sendirian di pojok ruangan, dan dia tampak bahagia sekali. Gue takjub, karena
dia bisa bahagia hanya dengan sebuah mainan. Ini menunjukkan bahwa sebenernya bahagia itu sederhana.
Gue seringkali tidak bisa merasa bahagia karena gue
terlalu sibuk memikirkan problem demi problem yang gue alami. Gue terus menerus
berpikir bagaimana caranya gue bisa keluar dari sebuah masalah, sehingga gue
lupa bahwa kebahagiaan adalah kunci dari menyelesaikan masalah.
Pelatih gue dulu pernah bilang, ‘Jika kita bermain bola, maka perasaan kita harus senang. Kita harus
bersenang-senang di lapangan karena sepakbola adalah hal yang menyenangkan’. Sama kayak hidup ini, kita harus selalu
bahagia karena hidup itu menyenangkan. Jika kita tidak bahagia, maka permainan
bola kita akan kacau, begitu juga dengan hidup yang akan kacau pula.
Gue semakin merasa down
ketika gue tau, cewek yang gue suka Cuma nganggep gue sebagai temen. Seakan-akan usaha gue untuk chattingan sama dia sampe tengah malem,
berakhir dengan sia-sia. Bahkan gue rela tidak melakukan hobi gue, demi
menemani dia ngobrol lewat chatting.
Trus gue ngelakuin ini semua buat apa kalo ujung-ujungnya Cuma temen?
Kebetulan gue satu kelompok sama dia, dan gue mengajar di
kelas yang sama. Awalnya gue seneng banget, karena gue pikir ini adalah
kesempatan buat gue untuk bisa deket sama dia. Lalu gue sadar, gue kan bukan siapa-siapanya dia.
‘Kak namanya siapa
kak?’ tanya seorang anak TK
‘Patrick. Kamu
namanya siapa?’ tanya gue balik
‘Rafael kak. Kakak
udah punya pacar belom?’ tanya dia lagi
Buset, nih bocah masih umur 4 tahun tapi udah ngerti
pacar-pacaran. Mungkin dia mengalami pubertas terlalu dini. Karena gue gak mau
bohong sama anak kecil, akhirnya gue jawab
‘Belom punya’
Lalu Rafael dan dua temannya yang lain ikut tertawa. ‘Masa udah gede gak punya pacar sih kak? Aku
aja udah punya loh’ ucap salah seorang anak
Gilaa, nih bocah bikin gue naik darah. Pengen deh rasanya
gue lempar pake kursi, tapi karena tujuan gue disini untuk melayani, maka gue
gajadi lempar kursi ke mereka. Disana gue mengajari mereka mewarnai. Pandangan
gue gak bisa terlepas dari cewek yang gue suka itu. Tapi tanpa gue sadari,
Rafael melihat tindakan gue itu.
‘Kak, kakak suka
sama dia?’ tanya Rafael
‘Kok kamu tau?’
tanya gue
‘Abis daritadi
kakak ngeliatin dia mulu sih’ jawab Rafael
‘Ihh kamu sok tau
deh, lagian kamu itu masih kecil, gatau apa-apa’ ucap gue
Tiba-tiba Rafael tanya ke gebetan gue itu
‘Kak, kakak udah
punya pacar?’
‘Belom’ jawab dia
Lalu Rafael berbalik ke gue, dan berkata
‘Tuh kak, kenapa
gak ditembak aja?’
‘Iya kalo dia
nerima, kalo enggak kan nanti aku malu’ jawab gue
‘Lo mau nembak
siapa?’ tanya gebetan gue
‘Enggak kok, bukan
siapa-siapa’ jawab gue ngeles
Walaupun Rafael masih kecil, tapi kata-kata dia ada
benernya. Kalo gue suka kenapa gak gue tembak aja. Tetapi gue masih ragu,
karena gebetan gue itu lebih deket sama temen gue yang lain daripada sama gue.
Buktinya waktu itu gue dan temen-temen cowok yang lain pergi, ketika kembali,
dia gak nyariin gue, tapi malah nyariin temen gue yang lain. Kan kampret
bangett.
Ketika gue sedang memikirkan hal itu sambil menemani
anak-anak bermain, tiba-tiba ada seorang gadis cilik menghampiri gue.
‘Kak, kakak kenapa
cedih?’ tanya dia
‘Enggak kok gapapa’
jawab gue
‘Tau gak kak, kata
mama kita gabole cedih, kalena kalo cedih, idup kita nanti kacau’ ucap
gadis cilik itu
‘Wah mama kamu
hebat ya’
Di saat itulah,
gue mulai tersenyum. Gue mulai sadar bahwa yang gue lakukan selama ini adalah
salah. Dan gue semakin takjub, karena yang menyadarkan gue adalah pemikiran
seorang anak kecil yang polos. Seandainya gue gak ikut pelayanan sosial ini,
mungkin tidak akan ada yang tau betapa bijaksananya pemikiran anak kecil yang
polos ini.
Gue beruntung bisa berbagi kisah ini kepada kalian.
Karena kalo enggak, mungkin yang dikatakan gadis cilik tadi hanya akan menjadi untold story, cerita yang terpendam.
Sama seperti perasaan suka sama seseorang yang terpendam, yang tidak pernah
bisa diungkapan.
Semuanya akan berakhir sia-sia.
Komentar
Posting Komentar